Sebelumnya di Part 1 dan Part 2
Contoh lain, dalam belajar Abhidhhama piṭaka misalnya, apa yang dia pelajari di STAB hanyalah Abhidhammatasangaha, dimana abhidhammatasangaha hanyalah salah satu compendium atau ringkasan dalam bentuk yang lebih methodical dari Abhidhamma piṭaka yang ditulis sekitar abad ke-12 AD oleh Ven. Anurudha di Sri Lanka. Sedangkan kita tahu di dalam Abhidhamma pitaka ada 7 kitab yang mempunyai komentarnya masing-masing yaitu Atthasālinī, Sammohavinodana dan Panchappakaranatthakathā. Dan masih banyak lagi kesulitan yang dia hadapi dalam belajar. Berdasarkan hal ini, dia pernah mempunyai ide untuk memasukkan mata kuliah “Pengetahuan Dasar tentang Kitab Komentar ” di pendidikan di STAB. Benar, ternyata kesulitan dapat menjadi pemacu semangat. Pada Desember 2008, dia telah menyelesaikan M.A. nya. Saat ini, berkat kasih sayang, kepercayaan dan trust dari semua pihak yang membantunya, dia masih mendapat dana untuk melanjutkan studinya di program M.Phil degree.
Kesulitan belajarnya tersebut di atas tidak membuatnya jatuh pada kesimpulan bahwa pendidikan Buddhist di Indonesia adalah jelek sekali dan tidak ada harapan untuk di kembangkan. Tidak demikian! Berbicacara tentang konteks sejarah, Indonesia sangat berbeda dengan Sri Lanka, dimana Buddhism telah diperkenalkan di negara ini sejak sekitar abad ke-3 sebelum masehi. Buddha Dhamma dapat dikembangakan di Indonesia, dengan kerjasama dari semua pihak. Dia melihat bahwa, dengan geliat perkembangan organisasi kemahasiswaan Buddhis, dari kampus STAB maupun dari kampus umum dengan sikap dan daya pikir yang kritis, dan berbagai penerbit Buddhis, bahkan ada penerbit yang mampu menerbitkan buku gratis adalah sesuatu yang perlu disambut dengan gembira dan antusias oleh semua pihak. Dia selalu berharap, semoga berbagai organisasi kemahasiswaan Buddhis dapat mempertahankan sikap kritis dan open minded mereka. Bukan berarti asal kritis dan asal open minded yang tidak berdasar. Lihat saja saat terjadi kasus Buddha Bar di Jakarta, suara mahasiswa Buddhis juga mempunyai peran. Dan banyak hal lain yang menunggu gaung suara pemuda Buddhis.
Semoga Berbagai penerbit Buddhis dapat mempertahankan eksistensinya. Keberadaan mereka sangat penting, bahkan dapat dibilang tiang penyangga penyebaran Dhamma.
Beberapa hari lalu Ani melalui email mengatakan kepada saya bahwa dia sempat bercakap-cakap dengan director dari kampusnya. Directornya mengunjungi Indonesia bulan lalu untuk menghadiri sebuah konferensi yang dilakukan oleh WHO. Beliau menjadi perwakilan Buddhist untuk berbicara mengenai kesehatan mental. Saat cerita tentang kondisi pendidikan Buddhist di Indonesia, beliau menyinggung tentang kemungkinan dibuatnya MOU (Management Organization Understanding) antara STAB di Indonesia dan Buddhist kampus di Sri Lanka. Hal ini akan menjadi dasar pertukaran kurikulum dam lain-lain. Dia tidak tahu apa ini mungkin dilakukan apa tidak. Seandainya ini dapat dilakukan dan mendapatkan respon positive dari pihak-pihak terkait, tentu, ini sangat baik.
Selain sejarah studinya diatas, dia juga memiliki berbagai impiannya tentang organisasi Buddhis dan generasi muda. Dari dulu dia suka belajar melalui organisasi. Kemajuan organisasi di tiap-tiap vihara, khususnya di daerah atau di pedesaan pernah menjadi angan-anganya. Dia pernah menceritakan idenya untuk melakukan Latihan Pengorganisasian Vihara (LPV) di masing-masing wilayah kecamatan atau kabupaten. Hal ini untuk menghindari kemacetan kegiatan vihara, kemacetan perguliran pengurus, dan lain-lain. Menurutnya peran pengurus vihara didesa sangat vital, karena di desa umat jarang bertemu dengan anggota Sangha. Bagi desa yang beruntung, mereka akan mendapat binaan dari guru agama Buddha setempat. LPV ini dapat dilakukan setahun dua kali, atau kalau memang sulit, minimal setahun sekali. Organisasi pemuda, organisasi wanita Buddhist, dan anggota sangha dapat bersatu membentuk kurikulum untuk LPV ini. Tentu saja, LPV yang berwawasan pada kepentingan local, karena jika LPV tidak dapat membaca kepentingan umat, maka tidak akan bermanfaat. LPV yang mendorong untuk tumbuh dan berkembangnya sikap aktif-kreatif pengurus vihara untuk mengelola viharanya masing-masing.
Pengembangan jiwa berwawasan lingkungan dan cinta kepada budaya dan produk sendiri adalah mimpi lainnya kepada generasi muda Buddhist. Jiwa berwawasan lingkungan yang tidak harus di lakukan dengan melawan illegal loging oleh pembalak kelas kakap, tetapi kita mulai dengan penciptaan jiwa peduli lingkungan, berani mengantongi bungkus permen dan membedakan antara sampah organik dan an-organik adalah langkah awalnya. Jiwa Cinta kepada budaya dan produk sendiri yang menurutnya dapat dikembangkan dengan tidak hanya suka belanja ke mal dan supermarket, tetapi suka untuk ke pasar traditional, karena pasar traditional adalah tempat berbelanja dan bermasyarakat yang menurutnya lebih baik dari sekedar mega super mal.
Memang ini cuma mimpi-mimpinya. Namun dia pernah mengatakan kepada saya tentang pernyataan John Lenon “You may say that I am a dreamer, but I am not only one".
kamu mungkin bilang bahwa saya adalah pemimpi, tetapi pemimpi bukan hanya saya seorang”, benarlah bahwa dia adalah pemimpi juga, pemimpi selain John Lenon, dan benyak pemimpi lain didunia ini.
Dengan cerita tentang anak desa yang "lugu, polos, ndeso dan katro" ini semoga bisa menambah wawasan dan motivasi bagi generasi muda, bahwa suatu hal yang kelihatannya mustahilpun bisa kita dapatkan dengan usaha yang keras. Sebaliknya sesuatu yang kelihatannya mudahpun takkan dapat kita raih jika tak berusaha dan sesuatu yang ada didepan matapun takkan kita raih jika itu bukan karma baik kita. Maka dari itu kita selalu diajarkan untuk memupuk karma baik kita sebanyak-banyaknya.
Contoh lain, dalam belajar Abhidhhama piṭaka misalnya, apa yang dia pelajari di STAB hanyalah Abhidhammatasangaha, dimana abhidhammatasangaha hanyalah salah satu compendium atau ringkasan dalam bentuk yang lebih methodical dari Abhidhamma piṭaka yang ditulis sekitar abad ke-12 AD oleh Ven. Anurudha di Sri Lanka. Sedangkan kita tahu di dalam Abhidhamma pitaka ada 7 kitab yang mempunyai komentarnya masing-masing yaitu Atthasālinī, Sammohavinodana dan Panchappakaranatthakathā. Dan masih banyak lagi kesulitan yang dia hadapi dalam belajar. Berdasarkan hal ini, dia pernah mempunyai ide untuk memasukkan mata kuliah “Pengetahuan Dasar tentang Kitab Komentar ” di pendidikan di STAB. Benar, ternyata kesulitan dapat menjadi pemacu semangat. Pada Desember 2008, dia telah menyelesaikan M.A. nya. Saat ini, berkat kasih sayang, kepercayaan dan trust dari semua pihak yang membantunya, dia masih mendapat dana untuk melanjutkan studinya di program M.Phil degree.
Kesulitan belajarnya tersebut di atas tidak membuatnya jatuh pada kesimpulan bahwa pendidikan Buddhist di Indonesia adalah jelek sekali dan tidak ada harapan untuk di kembangkan. Tidak demikian! Berbicacara tentang konteks sejarah, Indonesia sangat berbeda dengan Sri Lanka, dimana Buddhism telah diperkenalkan di negara ini sejak sekitar abad ke-3 sebelum masehi. Buddha Dhamma dapat dikembangakan di Indonesia, dengan kerjasama dari semua pihak. Dia melihat bahwa, dengan geliat perkembangan organisasi kemahasiswaan Buddhis, dari kampus STAB maupun dari kampus umum dengan sikap dan daya pikir yang kritis, dan berbagai penerbit Buddhis, bahkan ada penerbit yang mampu menerbitkan buku gratis adalah sesuatu yang perlu disambut dengan gembira dan antusias oleh semua pihak. Dia selalu berharap, semoga berbagai organisasi kemahasiswaan Buddhis dapat mempertahankan sikap kritis dan open minded mereka. Bukan berarti asal kritis dan asal open minded yang tidak berdasar. Lihat saja saat terjadi kasus Buddha Bar di Jakarta, suara mahasiswa Buddhis juga mempunyai peran. Dan banyak hal lain yang menunggu gaung suara pemuda Buddhis.
Semoga Berbagai penerbit Buddhis dapat mempertahankan eksistensinya. Keberadaan mereka sangat penting, bahkan dapat dibilang tiang penyangga penyebaran Dhamma.
Beberapa hari lalu Ani melalui email mengatakan kepada saya bahwa dia sempat bercakap-cakap dengan director dari kampusnya. Directornya mengunjungi Indonesia bulan lalu untuk menghadiri sebuah konferensi yang dilakukan oleh WHO. Beliau menjadi perwakilan Buddhist untuk berbicara mengenai kesehatan mental. Saat cerita tentang kondisi pendidikan Buddhist di Indonesia, beliau menyinggung tentang kemungkinan dibuatnya MOU (Management Organization Understanding) antara STAB di Indonesia dan Buddhist kampus di Sri Lanka. Hal ini akan menjadi dasar pertukaran kurikulum dam lain-lain. Dia tidak tahu apa ini mungkin dilakukan apa tidak. Seandainya ini dapat dilakukan dan mendapatkan respon positive dari pihak-pihak terkait, tentu, ini sangat baik.
Selain sejarah studinya diatas, dia juga memiliki berbagai impiannya tentang organisasi Buddhis dan generasi muda. Dari dulu dia suka belajar melalui organisasi. Kemajuan organisasi di tiap-tiap vihara, khususnya di daerah atau di pedesaan pernah menjadi angan-anganya. Dia pernah menceritakan idenya untuk melakukan Latihan Pengorganisasian Vihara (LPV) di masing-masing wilayah kecamatan atau kabupaten. Hal ini untuk menghindari kemacetan kegiatan vihara, kemacetan perguliran pengurus, dan lain-lain. Menurutnya peran pengurus vihara didesa sangat vital, karena di desa umat jarang bertemu dengan anggota Sangha. Bagi desa yang beruntung, mereka akan mendapat binaan dari guru agama Buddha setempat. LPV ini dapat dilakukan setahun dua kali, atau kalau memang sulit, minimal setahun sekali. Organisasi pemuda, organisasi wanita Buddhist, dan anggota sangha dapat bersatu membentuk kurikulum untuk LPV ini. Tentu saja, LPV yang berwawasan pada kepentingan local, karena jika LPV tidak dapat membaca kepentingan umat, maka tidak akan bermanfaat. LPV yang mendorong untuk tumbuh dan berkembangnya sikap aktif-kreatif pengurus vihara untuk mengelola viharanya masing-masing.
Pengembangan jiwa berwawasan lingkungan dan cinta kepada budaya dan produk sendiri adalah mimpi lainnya kepada generasi muda Buddhist. Jiwa berwawasan lingkungan yang tidak harus di lakukan dengan melawan illegal loging oleh pembalak kelas kakap, tetapi kita mulai dengan penciptaan jiwa peduli lingkungan, berani mengantongi bungkus permen dan membedakan antara sampah organik dan an-organik adalah langkah awalnya. Jiwa Cinta kepada budaya dan produk sendiri yang menurutnya dapat dikembangkan dengan tidak hanya suka belanja ke mal dan supermarket, tetapi suka untuk ke pasar traditional, karena pasar traditional adalah tempat berbelanja dan bermasyarakat yang menurutnya lebih baik dari sekedar mega super mal.
Memang ini cuma mimpi-mimpinya. Namun dia pernah mengatakan kepada saya tentang pernyataan John Lenon “You may say that I am a dreamer, but I am not only one".
kamu mungkin bilang bahwa saya adalah pemimpi, tetapi pemimpi bukan hanya saya seorang”, benarlah bahwa dia adalah pemimpi juga, pemimpi selain John Lenon, dan benyak pemimpi lain didunia ini.
Dengan cerita tentang anak desa yang "lugu, polos, ndeso dan katro" ini semoga bisa menambah wawasan dan motivasi bagi generasi muda, bahwa suatu hal yang kelihatannya mustahilpun bisa kita dapatkan dengan usaha yang keras. Sebaliknya sesuatu yang kelihatannya mudahpun takkan dapat kita raih jika tak berusaha dan sesuatu yang ada didepan matapun takkan kita raih jika itu bukan karma baik kita. Maka dari itu kita selalu diajarkan untuk memupuk karma baik kita sebanyak-banyaknya.