Setelah memutuskan untuk tidak mendaftar menjadi PNS, bulan Desember 2007 dia menjalin komunikasi yang intens kembali dengan seorang gurunya yang sedang belajar di Florida International University (FIU), Florida, USA. Dia cerita tentang ide-ide yang ada dalam pikirannya dan tentang keputusannya untuk tidak mendaftar PNS tahun ini. Gurunya menangkap maksudnya dengan tepat, bahwa dia sebetulnya masih ingin belajar lagi, tetapi dia mempunyai kendala ekonomi. Ternyata gurunya menawarkan sesuatu, sesuatu yang sekarang mengubah cerita hidupnya, cerita tentang kesempatan belajar ke luar negeri. Gurunya punya seorang teman, beliau berasal dari Sri Lanka. Dalam rangka paṭidāna untuk ibunya, teman gurunya ini menyediakan dana untuk menyekolahkannya di Sri Lanka, untuk mendalami Buddhist studies. Bantuan yang disediakan hanya uang sekolah, ini berarti dia dan gurunya harus memikir uang ticket pesawat, biaya hidup, dan lain-lain jika memang ingin belajar di Sri Lanka.
Kesempatan belajar dan uang pendidikan sepertinya harus direlakan menguap begitu saja, karena jumlah biaya ticket dan biaya hidup yang cukup mahal tidak mungkin tercover oleh orang tuanya. Dalam kondisi itu, dia tetap mengajar dan mengikuti kegiatan kepemudaan di daerahnya. Suatu ketika, dia dan seorang temannya yang saat itu sebagai penyuluh agama Buddha kota semarang, mempunyai ide untuk mengadakan pindapata di desanya yang memang belum pernah dilakukan sebelumnya. Saat itu seorang Bhikkhu dari STI datang, beliau Padesanayaka STI untuk wilayah Jawa Tengah. Dia dan umat lainnya sangat berbahagia mendapat kesempatan berbuat baik yang langka ini. Setelah acara selesai, Bhikkhu tersebut memintanya untuk pergi ke suatu desa, dimana di desa itu akan ada kunjungan dari donator yang akan memberi dana pendidikan kepada anak-anak Buddhist disana. Dia benar-benar berangkat ke desa itu. Dia membantu membuat berbagai data tentang berapa jumlah penerima dana, bagaimana prosedure penyaluran dana, dan lain-lain. Pada kesempatan itu, dia sempat berkenalan dan diberi alamat serta nomor telepon oleh donator.
Seminggu kemudian dia mencoba menulis surat kepada donator tersebut yang isinya menceritakan tentang adanya peluang belajar Buddhist studies di Sri Lanka. Beberapa hari kemudian donator meneleponnya dan memberitahukan bahwa mereka akan membantu pendidikannya. Maka dia diminta membuat surat yang komplit dan jelas untuk mendapatkan dananya. Dalam surat kedua ini dia mencantumkan semua daftar nilainya, daftar riwayat hidup, riwayat organisasi, dan tidak kalah penting adalah surat persetujuan belajar dari Sangha dan juga dari STAB. Dua rekomendasi inilah yang menjadi batu pijakan yang kuat, dan menghadirkan trust dari donator kepadanya. Dua kali sebagai ketua BEM Syailendra dan juga kesempatan untuk membantu mengajar di STAB inilah yang kemungkinan mendatangkan surat persetujuan ini kepadanya.
Berbagai rintangan terlampaui dengan bantuan yang tidak ternilai dari banyak pihak, dan akhirnya dia dapat belajar di Sri Lanka pada "Postgraduate of Pāli and Buddhist Studies, University of Kelaniya". Banyak pihak tersebut adalah para dosen di STAB yang telah menanamkan pengetahuan, teman-temannya, baik dari kampus maupun luar kampus yang menjadi sharing partnernya, para Bhikkhu yang menjadi sumber inspirasi dan pemberi pengarahan, para donator yang bukan hanya sekedar pemberi bantuan dana, tetapi baginya bantuan mereka lebih dari pada itu, bantuan mereka adalah aplikasi nyata rasa welas asih dan simpati mereka pada pengembangan Buddha Dhamma.
Kehidupan di negeri orang memang tidak mudah, sesampai di Sri Lanka, dia mandapatkan kesulitan belajar mulai dari ketidakbiasaan berbahasa Inggris sampai pada memahami materi pelajaran yang diberikan. Memang dia adalah lulusan STAB, tetapi pengetahuannya tentang agama Buddha terbatas. Sebagai contohnya, ketika dia menjelaskan suatu permasalahan dari sudut pandang agama Buddha, dia hanya menggunakan canonical sebagai dasarnya tanpa melihat apa yang dimaksud dengan hal tersebut di dalam kitab komentar atau Aṭṭhakathā. Kemampuan mengetahui canonicalpun juga sangat terbatas. Pada saat dia membahas suatu sutta dari Digha nikāya, dia tidak pernah melihat penjelasan yang diberikan tentang hal tersebut dalam kitab komentar dari Digha Nikāya atau Sumangalavilasini.
Baca selanjutnya di Part 3 Klik disini.........