Kata penderitaan yang digunakan di sini mewakili kata dukkha, walaupun tidak sepenuhnya dapat mewakili makna kata dukkha. Sebelum lebih lanjut membahas tentang penderitaan (dukkha), kita akan melihat definisi dukkha yang ada di dalam Kitab Suci Tipitaka.
“Kelahiran adalah penderitaan; menjadi tua adalah penderitaan; penyakit adalah penderitaan; kematian adalah penderitaan; kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan (ketidaksenangan) dan keputusasaan adalah penderitaan; tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan Dengan kata lain Lima kelompok kehidupan (Pancakhandha) yang dipengaruhi kemelekatan adalah penderitaan (dukkha).”
Definisi ini dapat ditemukan di dalam Anguttara Nikaya (AN) VI,63 atau MN 9.15 atau MN 28 atau MN 141.1 atau Samyutta Nikaya (SN) 56.11
Definisi dukkha (penderitaan) di dalam Kitab Tipitaka terdapat di dalam beberapa sutta. Pengulangan yang berkali-kali menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap Empat Kebenaran Mulia, salah satunya memahami bahwa hidup itu diliputi dukkha (penderitaan), namun kita diajarkan tentang adanya Dukkha dan jalan untuk melenyapkannya.
Memang jika
Sebelum membahas lebih jauh tentang dukkha, perlu diketahui bahwa ciri semua hal yang ada di dunia ini bersifat ‘selalu berubah’. Ini adalah sesuatu yang pasti. Perubahan selalu terjadi, entah disadari atau tidak, diakui atau tidak. Perubahan itu kemudian lebih lanjut dijabarkan dalam kerangka buddhisme sebagai tilakkhana (tiga corak umum). Tiga corak umum mempunyai arti bahwa tiga hal tersebut pasti dan selalu berlaku, yakni ketidakkekalan (anicca), penderitaan atau ketidakpuasan (dukkha), dan tidak ada diri/sesuatu yang tetap (anatta). Ketiganya tak lain mewakili realitas dunia yang selalu berubah.
Jadi dukkha sebenarnya adalah cara pandang manusia terhadap perubahan itu. Dukkha adalah penderitaan atau ketidakpuasan karena manusia tidak bisa hidup kekal (anicca). Konsep perubahan diwujudkan dari 3 sisi pandang yaitu:
- Bagi alam atau benda mati dikatakan sebagai anicca (tidak kekal)
- Bagi cara pandang manusia terhadap dirinya sendiri dikatakan sebagai dukkha (menderita karena merasakan perubahan)
- Bagi manusia atau mahkluk hidup dikatakan sebagai anatta (tidak ada diri yang tetap abadi tanpa perubahan atau roh/jiwa yang kekal tanpa perubahan)
Jadi dukkha di sini menjadi jelas jika memandangnya dari sudut manusia terhadap diri sendiri dan itu berarti dukkha lebih tepat dikatakan sebagai penderitaan karena cara pandang yang salah terhadap kenyataan. Dengan kata lain dukkha terjadi karena manusia masih bersifat subjektif dalam memandang realitas segala sesuatu, yaitu perubahan.
Kembali ke Daftar Isi Blog Ini